Ekowisata religi yang merupakan perpaduan konsep menjaga kelestarian lingkungan dengan kedalaman spiritual mulai banyak berkembang. Ekowisata jenis ini, tidak hanya menawarkan pengalaman unik hubungan manusia dengan alam, tetapi turut mengedukasi pengunjung tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan tradisi kebudayaan leluhur. Ekowisata religi juga memberikan manfaat ekonomi langsung dan tidak langsung kepada warga lokal, seperti peluang kerja, pengembangan keterampilan serta peningkatan pendapatan ekonomi melalui jasa lokal (tour guide) dan produk lokal.
Desa Telaga yang berada di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi ekowisata religi. Lokasinya berada di tempat yang dikeramatkan dan dikelilingi dengan pemandangan alam yang menakjubkan. Masyarakat Desa Telaga biasa menyebutnya dengan Alun-alun Terantang yang terletak di pinggiran Sungai Kelaru. Alun-alun terantang memiliki cerita yang diyakini merupakan sosok Hj Amin yang tinggal dan mengembangkan wilayah tersebut. Hj Amin dulunya merupakan sosok manusia sakti yang juga menjadi mahluk gaib penghuni alun-alun terantang.
Alun-alun Terantang dipercaya menjadi tempat keramat yang dapat mewujudkan permintaan dan permohonan seseorang, sebagian warga yang menjalin keyakinan dan kontak melalui makhluk yang mereka percaya dan meminta permohonan, mendirikan paseban dan memasang bendera kuning sebagai tanda bahwa wilayah tersebut sakral dan keramat. Paseban atau rumah kecil yang dibangun berfungsi untuk menaruh sesajen bagi makhluk gaib yang dipercaya mampu mewujudkan keinginan mereka. Salah satu prosesi upacara yang pernah dilakukan ialah penyembelihan kerbau sebagai rasa syukur atas permintaan dan permohonan telah terwujud. Adapun ritual dan kepercayaan lainnya bahwa menginjak pecahan kaca di bawah paseban juga tidak akan mengakibatkan luka di kaki, hal ini dipercayai sebagai keyakinan seseorang terhadap alun-alun terantang yang memiliki hal-hal gaib dan mistis.
Perjalanan menuju Alun-alun Terantang di mulai dari Desa Telaga dengan menyusuri sungai kelaru menggunakan transportasi air klotok selama ± 1,5 jam. Perjalanan menyusuri sungai kelaru menuju alun-alun terantang selain disuguhkan dengan pemandangan alam yang menakjubkan, pengunjung juga diperlihatkan pada keberagaman satwa yang hidup di sekitar sungai ini. Daerah ini menjadi salah satu habitat bagi berbagai jenis satwa langka dan dilindungi, seperti Orangutan, Bekantan, Rangkong dan berbagai jenis satwa yang eksotis lainnya.
Melalui program dana PES (Payment Ecosystem Service) upaya untuk mendukung dan mengoptimalkan potensi Alun-alun Terantang menjadi ekowisata religi yang berkelanjutan menjadi sebuah pencapaian penting, untuk memastikan bahwa warisan spiritual dan alam menjadi warisan yang dijaga bagi generasi kedepan. Prinsip-prinsip dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata religi juga perlu dilandaskan pada aspek konservasi dan perlindungan alam, pendidikan, kesadaran budaya serta partisipasi masyarakat lokal. Sehingga dapat memberikan pengalaman yang memperkaya dan memperdalam pemahaman seseorang tentang hubungan antara alam dan kehidupan spiritual.