Selamat Hari Lingkungan Hidup 2025; Mengalahkan Krisis Polusi Plastik Global

June 2025

Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada 5 Juni 2025 kali ini mengusung tema “Mengalahkan Krisis Polusi Plastik Global”. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan dampak serius limbah plastik, momentum ini menjadi panggilan mendesak bagi seluruh lapisan masyarakat, pemerintahan, dan sektor swasta untuk bergerak kolektif. Tulisan ini mencoba menggambarkan situasi terkini polusi plastik, menguraikan dampaknya pada ekosistem dan manusia, serta mengeksplorasi solusi berbasis siklus hidup (life-cycle approach) yang layak diterapkan demi membalikkan tren degradasi lingkungan akibat plastik.

Skala dan Dampak Polusi Plastik Global

Diperkirakan, produksi plastik dunia mencapai lebih dari 430 juta ton per tahun, dua pertiga di antaranya berupa produk sekali pakai yang cepat menjadi limbah. Dari jumlah tersebut, kurang dari 10 % berhasil didaur ulang, sedangkan sisanya menumpuk di TPA, terbawa sungai, dan berakhir di lautan. Bahkan, sekitar 19–23 juta ton plastik mengalir ke perairan tawar dan laut setiap tahun, menyumbat ekosistem air tawar hingga zona laut terdalam. 

Plastik yang terdegradasi perlahan membentuk mikroplastik, partikel berukuran kurang dari 5 milimeter yang kini sudah terdeteksi dalam makanan laut, air minum, dan partikel udara. Keberadaan mikroplastik ini menimbulkan risiko serius bagi kesehatan manusia, mulai dari gangguan hormon hingga kerentanan pada penyakit kardiovaskular dan gangguan pernapasan.
Kerusakan ekosistem tidak hanya terjadi di laut, perkotaan, lahan pertanian, hingga kawasan wisata juga menjadi tempat terakumulasinya limbah plastik. Di perkotaan, sampah plastik menghambat saluran air, meningkatkan risiko banjir, dan mencemari ruang publik. Di daerah pedesaan, petani menemukan tanah terkontaminasi partikel plastik halus yang merusak kesuburan dan kesehatan agronomi.

Upaya Global: Pendekatan Sistemik untuk Mengurangi Polusi Plastik

Dalam upaya memotong polusi plastik hingga 80 % pada tahun 2040, PBB melalui UNEP (United Nations Environment Programme) menggarisbawahi tiga pergeseran pasar utama: reuse (penggunaan ulang), recycle (daur ulang), dan reorient & diversify (alih serta diversifikasi bahan). Berikut ringkasannya:

  1. Reuse (Penggunaan Ulang)
    Memfasilitasi skema botol isi ulang, sistem refill bulk, dan deposit-return schemes dapat menekan 30 % polusi plastik global. Langkah ini memerlukan kebijakan yang mempermudah model bisnis berbasis reuse agar menjadi lebih menguntungkan.
  2. Recycle (Daur Ulang)
    Memastikan bahwa daur ulang menjadi usaha yang stabil dan menguntungkan dapat meningkatkan persentase plastik yang secara ekonomi layak didaur ulang dari 21 % menjadi 50 %. Penghapusan subsidi bahan bakar fosil dan penerapan pedoman desain produk yang mendukung rekayasa ulang juga menjadi kunci. Diperkirakan, strategi ini dapat mengurangi tambahan 20 % polusi plastik pada 2040.
  3. Reorient & Diversify (Alih dan Diversifikasi)
    Menggantikan kemasan sekali pakai seperti bungkus sachet dan kantong plastik dengan alternatif berbahan kertas, kompos, atau bahan hayati (bioplastik) dapat memangkas polusi plastik sebesar 17 % hingga 2040. Meski begitu, masih ada tonase limbah plastik warisan yang perlu dikelola melalui solusi akhir (end-of-life solutions).

Inisiatif Regional dan Lokal: Peran Indonesia dalam Menghadang Gelombang Plastik

Indonesia tergolong negara dengan jumlah sampah plastik laut terbesar di dunia. Pada 2021, total sampah plastik yang diperkirakan masuk ke lautan mencapai sekitar 620 ribu ton. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Persampahan, yang mendorong pengurangan 30 % sampah plastik hingga 2025.
Sejumlah kota besar mulai menerapkan larangan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, mensyaratkan penggunaan kantong kain atau kemasan ramah lingkungan. Bali bahkan menerapkan kebijakan nol plastik sekali pakai di kawasan pariwisata utama. Di tingkat komunitas, gerakan bersih-bersih pantai dan sungai secara periodik terus digelar oleh kelompok relawan, LSM, dan lembaga pendidikan. Namun, tantangannya adalah infrastruktur daur ulang yang masih terbatas serta kesadaran konsumen yang terkadang rendah.

Dampak Ekologis dan Sosial: Mengapa Perubahan Mendesak

Polusi plastik mengancam keanekaragaman hayati, baik di perairan maupun daratan. Hewan laut sering terjerat atau menelan potongan plastik, menyebabkan kematian massal dan menurunnya populasi spesies. Mikroplastik yang terakumulasi di ekosistem perairan dapat mengubah struktur rantai makanan, melemahkan ketahanan ekosistem, dan berpotensi mengganggu ketahanan pangan manusia.
Di sisi lain, limbah plastik yang menumpuk menciptakan risiko kesehatan sosial, api yang membakar tumpukan sampah plastik melepaskan zat toksik, membahayakan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Pekerja informal yang mengumpulkan sampah berisiko terkena luka dan paparan bahan berbahaya. Oleh karena itu, penanganan sampah plastik secara sistemik tidak hanya soal menjaga kelestarian alam, melainkan juga menyelamatkan nyawa dan kualitas hidup warga.

Langkah Praktis: Apa yang Bisa Kita Lakukan Sekarang?

  1. Mengurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai
    Dengan membawa botol air isi ulang, tumbler, maupun tas belanja kain, masyarakat dapat menurunkan konsumsi kantong plastik sekali pakai. Penerapan kebijakan kantong berbayar di supermarket juga terbukti efektif mendorong perilaku beralih ke tas kain.
  2. Mendukung Ekonomi Sirkular
    Konsumen dapat memilih produk dengan kemasan ramah lingkungan atau yang menggunakan bahan terdegradasi biologis. Selain itu, mendukung program daur ulang lokal dan bank sampah di sekitar tempat tinggal akan meningkatkan suplai bahan baku daur ulang.
  3. Advokasi Kebijakan dan Edukasi
    Edukasi kepada keluarga, tetangga, dan rekan kerja mengenai dampak polusi plastik dapat membangun kesadaran kolektif. Berpartisipasi dalam diskusi publik dan mendesak pemerintah daerah untuk memperketat regulasi sampah plastik adalah wujud nyata advokasi.
  4. Inovasi dan Kolaborasi Antar Pemangku Kepentingan
    Sektor swasta dan pemerintahan diharapkan menjalin kemitraan: misalnya, produsen dapat merancang produk yang lebih mudah didaur ulang (design for recycling), sementara lembaga pemerintahan menyiapkan infrastruktur pengumpulan dan pemrosesan sampah yang memadai. LSM dan akademisi dapat membantu melalui penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan sampah modern.

Mengalahkan Krisis Plastik Memerlukan Tindakan Nyata

Momentum Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 mengingatkan kita bahwa krisis polusi plastik bukanlah isu masa depan, melainkan tantangan saat ini yang butuh solusi terpadu. Kesuksesan terletak pada sinergi antara kebijakan kuat, inovasi teknologi, kesadaran publik, dan komitmen korporasi. Dengan menerapkan prinsip reuse, recycle, serta diversifikasi bahan, kita tidak hanya menyelamatkan bumi, tetapi juga mewariskan lingkungan yang lebih sehat bagi generasi mendatang.
Mari bersama-sama, mulai dari langkah sederhana, mengurangi plastik sekali pakai hingga mendukung kebijakan dan inovasi yang lebih besar. Hanya dengan demikian kita benar-benar dapat mengalahkan krisis polusi plastik global.


Daftar Referensi

  1. United Nations Environment Programme. 2025 Theme: Putting an End to Global Plastic Pollution. Geneva Environment Network. 
  2. UNEP. UN Roadmap Outlines Solutions to Cut Global Plastic Pollution Ahead of World Environment Day. Climate Action
  3. World Economic Forum. Fighting Plastic Pollution to Conserve Biodiversity
  4. World Health Organization. World Environment Day: The Presence of Microplastics in Our Water Bodies. Regional Southeast Asia
Share: